Demikianlah tafsir pada mulanya dinukil melalui penerimaan dari riwayat kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadis selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran tafsir bil ma’tsur {tafsir berdasarkan riwayat} lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra’yi {tafsir berdasarkan penalaran}.
Di samping ilmu tafsir lahir pula karangan yg berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yg berhubungan dgn Alquran dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufassir .
Ali bin al-Madini yg merupakan guru Bukhari menyusun karangan tentang asbaabun-nuzuul. Abul Ubaid al-Qasim bin Salam menulis Naasikh wal-Mansuukh dan Qira-at.
Ibnu Qutaibah menyusun tentang problematika quran {Musykilaatul Qur’an}. Mereka semua termasuk ulama abad ke-3 Hijriah.
Muhammad bin Khalaf bin Marzaban menyusun Al-Haawi wa-Uluumil Quraan.
Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari juga menulis tentang ilmu-ilmu Alquran.
Abu Bakar as-Sijistani menyusun Ghariibul Qur’an.
Muhammad bin Ali al-Adfawi menyusun Al-Istighna’ fii ‘Uluumil Qur’an.
Mereka ini adl ulama-ulama abad ke-4 Hijriah.
Dan sesudah itu kegiatan karang-mengarang dalam ilmu Alquran terus berlangsung.
Abu Bakar al-Baqalani menyusun I’jaazul Qur’an dan Ali Ibrahim bin Said al-Hufi menulis I’rabul Qur’an. Al-Mawardi {wafat 450 H} mengenai tamsil-tamsil dalam Quran . Al-Izz bin Abdussalam tentang majaz dalam Alquran. Alamudin as-Sakhawi {wafat 643 H} menulis mengenai ilmu qiraat dan Aqsaamul quraan. Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yg berhubungan dgn ilmu-ilmu Quran.
Syekh Muhammad Abdul Aziz az-Zarqani menyebutkan dalam kitabnya Manaahilul ‘Irfaan fii Uluumil Qura’an bahwa ia telah menemukan dalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yg ditulis oleh Ali bin Said yg terkenal dgn Al-Hufi judulnya Al-Burhaan fii Uluumil Qura’an yg terdiri dari 30 jilid. Dari ke-30 jilid itu ada 15 jilid yg tidak tersusun dan tidak berurutan.
Pengarang membicarakan ayat-ayat Alquran menurut tertib mushaf. Dia membicarakan ilmu-ilmu Alquran yg terkandung ayat itu secara sendiri masing-masing diberi judul sendiri pula dan judul yg umum disebutkan dalam ayat dgn menuliskan alqaul fii qaulihi ‘Azza wa Jalla {pendapat mengenai firman Allah } lalu disebutnya ayat itu. Kemudian di bawah judul ini dicantumkan alqaul fii al-Ii’rab . Di bagian ini ia membicarakan ayat dari sisi nahwu dan bahasa. Selanjutnya al-qaul fil ma’na wat tafsiir . Di sini ia jelaskan ayat itu berdasarkan riwayat dan penalaran. Setelah itu al-qaul fil waqfi wal tamam . Di sini ia menjelaskan tentang waqaf yg diperbolehkan dan tidak diperbolehkan.
Terkadang qira’at diletakkan dalam judul tersendiri yg disebutnya dgn al-qaul fil qira’at . Kadang ia berbicara tentang hukum-hukum yg diambil dari ayat ketika ayat dibacakan.
Dengan metode seperti ini Al-Hufi dianggap sebagai orang pertama yg membukukan ulumul qur’an meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti disebutkan tadi. Ia wafat pada tahun 330 Hijriah.
Kemudian Ibnul Jauzi mengikutinya dgn menulis sebuah kitab berjudul Fununul Afnan fi Ajaa’ibi Uluumil Qur’an. Lalu tampil Badrudin az-Zarkasyi menulis sebuah kitab dgn judul Al-Burhan fi Uluumil Qur’an Jalaaludin al-Baqini memberikan tambahan atas Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi’ul Uluum min Maawaqi’in Nujum Jalaludin as-Suyuti juga kemudian menyusun kitab yg terkenal Al-Itqan fi Uluumil Qura’an.
Kepustakaan ilmu-ilmu Quran pada masa kebangkitan modern tidaklah lbh kecil daripada nasib ilmu-ilmu yg lain. Orang-orang yg menghubungkan diri dgn gerakan pemikiran Islam telah mengambil langkah yg positif dalam membahas kandungan Quran dgn metode baru pula seperti I’jaazul Qura’an yg ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi’i kitab At-Taswiirul Fanni fil Qur’an dan Masyaahidul Qiyamah fil Qur’an oleh Sayyid Qutb Tarjamatul Qur’an oleh Syekh Mustafa al-Maraghi yg salah satu pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-Khatib Mas’alatu Tarjaamatil Qur’an oleh Mustafa Sabri An-Naba’ul Azim oleh Dr. Muhammad Abdullah Daraz dan Mukadimah Tafsir Mahasinut Ta’wil oleh Jalaaludin al-Qasimi.
Syekh Tahir al-Jazairi menyusun sebuah kitab dgn judul At-Tibyaan fii Uluumil Qur’an. Syekh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhaajul Furqaan fii Uluumil Qur’an yg berisi pembahasan yg sudah ditentukan utk fakultas usuludin di Mesir dgn spesialisasi dakwah dan bimbingan masyarakat. Kemudian hal itu juga diikkuti oleh muridnya Muhammad Abdul Azim az-Zarqani yg menyusun Manaahilul ‘Irfaan fi Uluumil Quran. Kemudian Syekh Ahmad Ali menyusun Muzakkirat Uluumil Qur’an yg disampaikan kepada para mahasiswanya di fakultas usuludin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat. Akhirnya muncul Mabaahits fii Uluumil Qur’an oleh Dr. Subhi as-Shaleh.
Juga Ustad Ahmad Muhammad Jamal menulis beberapa studi sekitar masalah ma’idah dalam Quran.
Pembahasan-pembahasan tersebut dikenal dgn sebutan uluumul quran dan kata ini kini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.
Kata ulum jamak dari kata ilmu. Ilmu berarti al-fahmu wal idrak {paham dan menguasai}. Kemudian arti kata ini berubah menjadi masalah-masalah yg beraneka ragam yg disusun secara ilmiah.
Jadi yg dimaksud dgn ulumul quran ialah ilmu yg membahas masalah-masalah yg berhubungan dgn Quran dari segi asbabunnuzul {sebab-sebab turunnya Quran} pengumpulan dan penertiban Quran pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan Madinah an-nasikh wal-mansukh al-muhkam wal-mutasyaabih dan lain sebagainya yg berhubungan dgn Alquran.
Terkadang ilmu ini juga dinamakan usuulut tafsir krn yg dibahas berkaitan dgn beberapa masalah yg harus diketahui oleh seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Alquran.
Sumber Studi Ilmu-Ilmu Quran terjemahan dari Mabaahits fii ‘Uluumil Quraan Manna’ Khaliil al-Qattaan.
sumber file al_islam.chm
0 comments:
Post a Comment